DALAM SEJARAH KEKHALIFAHAN, SELEPAS BERAKHIR ZAMAN KHALIFAH 4 ,YG DIAKHIRI DENGAN PEMBUNUHAN KE ATAS KHALIFAH ALI IBN ABU TALIB ( Wafat th 41 H) DAN PUTERA PUTERANYA SAIDINA HASSAN DAN HUSSEIN, MUNCUL PEMERINTAHAN BANI UMAIYYAH YG MEMERINTAH DI ATAS KEKUATAN KABILAH & KETURUNAN SECARA KETAT. DI ANTARA KHALIFAH TERBAIKNYA IALAH PENGASASNYA MUAWIYAH IBN ABI SUFYAN, ABDUL MALIK BIN MARWAN DAN UMAR ABDUL AZIZ.(KHALIFAH TERBAIK TEMPOHNYA HANYA 2 TAHUN SETENGAH SHJ)
KISAH INI SECUBIT DARIPADA DAILOG DI ANTARA SANG KHALIFAH DENGAN SEORANG ULAMA DIJEMPUT BERJUMPA KHALIFAH.BELIAU TIDAK TERMAKAN DENGAN TAWARAN. ULAMA YG BAIK TIDAK MENCARI REZEKI DIPINTU ISTANA, ULAMA YG JAHAT MENDEKATI ISTANA DAN KEKUASAAN UNTUK MENGINTAI INTAI PELUANG. ZAMAN TELAH BERUBAB. ANTARA KEDUANYA,MANAKAH YG LEBIH RAMAI ? ANDA JAWAB SENDIRI
DIALOG DI ANTARA ABU HAZM DENGAN KHALIFAH SULAIMAN BIN ABDUL MALIK DARIPADA DINASTI BANI UMAIYYAH.
Khalifah: “Mengapa Anda demikian angkuhnya terhadapku, wahai Abu Hazim?”
Abu Hazim: “Angkuh yang bagaimana yang Anda maksud dan Anda lihat dari saya wahai Amirul Mukminin”
Khalifah: “Semua tokoh Madinah datang menyambutku, sedang Anda tak menampakkan diri sama sekali.”
Abu Hazim, “Dikatakan angkuh itu adalah setelah perkenalan, sedangkan Anda belum mengenal saya dan saya pun belum pernah melihat Anda. Maka keangkuhan mana yang telah saya lakukan?”
Khalifah: “Benar alasan syaikh dan khalifah telah salah berprasangka. Dalam benakku banyak masalah penting yang ingin aku utarakan kepada Anda wahai Abu Hazim.”
Abu Hazim: “Katakanlah wahai Amirul Mukminin, Allah tempat memohon pertolongan.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, mengapa kita membenci kematian?”
Abu Hazim: “Karena kita memakmurkan dunia kita dan menghancurkan akhirat kita. Akhirnya kita benci keluar dari kemakmuran menuju kehancuran.”
Khalifah: “Anda benar. Wahai Abu Hazim, apa bagian kita di sisi Allah kelak?”
Abu Hazim: “bandingkan amalan Anda dengan Kitabullah, niscaya Anda bisa mengetahuinya.
Khalifah: “Dalam ayat yang mana saya dapat menemukannya?”
Abu Hazim: “Anda bisa temukan dalam firman-Nya yang suci:
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh keni’matan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS. Al-Infithar: 13-14)
Khalifah: “Jika demikian, di manakah letak rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala?”
Abu Hazim: (membaca firman Allah) “Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat sekali dengan mereka yang berbuat kebajikan.”
Khalifah: “Lalu bagaimana kita menghadap kepada Allah kelak, wahai Abu Hazim?”
Abu Hazim: “Orang-orang yang baik akan kembali kepada Allah seperti perantau yang kembali kepada keluarganya, sedangkan yang jahat akan datang seperti budak yang curang atau lari lalu diseret kepada majikannya dengan keras.”
Khalifah menangis mendengarnya sampai keluar isaknya kemudian berkata,
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, bagaimana cara memperbaiki diri?”
Abu Hazim: “Dengan meninggalkan kesombongan dan berhias dengan muru’ah (menjaga kehormatan).”
Khalifah: “Bagaimana cara memanfaatkan harta benda agar ada nilai takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?”
Abu Hazim: “Bila Anda mengambilnya dengan cara yang benar dan meletakkan di tempat yang benar pula, lalu Anda membaginya dengan merata dan berlaku adil terhadap rakyat.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, jelaskan kepadaku, siapakah manusia yang paling mulia itu?”
Abu Hazim: “Yaitu orang-orang yang menjaga muru’ah dan bertakwa.
Khalifah: “Lalu perkataan apa yang paling besar manfaatnya?”
Abu Hazim: “Perkataan yang benar, yang diucapkan di hadapan orang yang ditakuti dan diharap bantuannya.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, doa manakah yang paling mustajab?”
Abu Hazim: “Doanya orang-orang baik untuk orang-orang baik.”
Khalifah: “Sedekah manakah yang paling utama?”
Abu Hazim: “Sedekah dari orang yang kekurangan kepada orang yang memerlukan tanpa menggerutu dan kata-kata yang menyakitkan.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, siapakah orang yang paling dermawan dan terhormat?”
Abu Hazim: “Orang yang menemukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.”
Khalifah: “Siapakah orang yang paling dungu?”
Abu Hazim: “Orang yang terpengaruh oleh hawa nafsu kawannya, padahal kawannya tersebut orang yang zalim. Maka pada hakikatnya dia menjual akhiratnya untuk kepentingan dunia orang lain.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, maukah engkau mendampingi kami agar kami bisa mendapatkan sesuatu darimu dan Anda mendapatkan sesuatu dari kami?”
Abu Hazim: “Tidak, wahai Amirul Mukminin.”
Khalifah: “Mengapa?”
Abu Hazim: “Saya khawatir kelak akan condong kepada Anda sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum saya dengan kesulitan di dunia dan siksa di akhirat.”
Khalifah: “Utarakanlah kebutuhan Anda kepada kami wahai Abu Hazim.”
Abu Hazim tidak menjawab sehingga khalifah mengulangi pertanyaannya: “Wahai Abu Hazim, utarakan hajat-hajatmu, kami akan memenuhi sepenuhnya.”
Abu Hazim: “Hajat saya ialah selamat dari api neraka dan masuk surga.”
Khalifah: “Itu bukan wewenang kami, wahai Abu Hazim.”
Abu Hazim: “Saya tidak memiliki keperluan selain itu wahai amirul Mukminin.”
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, berdoalah untukku.”
Abu Hazim: “Ya Allah, bila hamba-Mu Sulaiman ini adalah orang yang Kau cintai, maka mudahkanlah baginya jalan kebaikan di dunia dan di akhriat, Dan jika dia termasuk musuh-Mu, maka berilah dia hidayah kepada apa yang Engkau sukai dan Engkau ridhai, Amin.”
Salah satu hadirin berkata, “Alangkah buruknya perkataanmu tentang Amirul Mukminin. Engkau sebutkan khalifah muslimin barangkali termasuk musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kamu telah menyakiti perasaannya.”
Abu Hazim: “Justru perkataanmu itulah yang buruk. Ketahuilah bahwa Allah telah mengambil janji dari para ulama agar berkata jujur:
“Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.” (QS. Ali Imran: 187)
Beliau menoleh kepada khalifah seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin umat-umat terdahulu tinggal dalam kebaikan dan kebahagiaan selama para pemimpinnya selalu mendatangi ulama untuk mencari kebenaran pada diri mereka. Kemudian muncullah kaum dari golongan rendah yang mempelajari berbagai ilmu, mendatangi para amir untuk mendapatkan suatu kesenangan dunia. Selanjutnya para amir terebut tak lagi menghiraukan perkataan ulama, maka mereka pun menjadi lemah dan hina di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seandainya segolongan ulama itu tidak tamak terhadap apa yang ada di sisi para amir, tentulah amir-amir tersebut akan mendatangi mereka untuk mencari ilmu. Tetapi karena para ulama menginginkan apa yang ada di sisi para amir, maka para amir tak mau lagi menghiraukan ucapannya.”
Khalifah: “Anda benar. Tambahkanlah nasihat untukku, wahai Abu Hazim, aku benar-benar tidak mendapati hikmah yang lebih dekat dengan lidahnya daripada Anda.”
Abu Hazim: “Bila Anda termasuk orang yang suka menerima nasihat, maka apa yang saya utarakan tadi cukuplah sebagai bekal. Tetapi bila tidak dari golongan itu, maka tidak perlukah aku memanah dengan busur yang tak ada talinya.
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, aku berharap Anda mau berwasiat kepadaku.”
Abu Hazim: “Baiklah, akan saya katakan dengan ringkas. Agungkanlah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jagalah jangan samapi Dia melihat Anda dalam keadaan yang tidak disukai-Nya dan tetaplah Anda berada di tempat yang diperintahkan-Nya.”